Bogo adalah nama sebuah desa kecil di kecamatan Kapas
Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. 30 tahun yang lalu ketika desa-desa lain sudah
maju, masyarakat Bogo masih tertinggal dari segi SDM nya. Tingkat perekonomian,
pendidikan bahkan keagamaan masih terbilang minim sekali. Sehingga tak heran
jika sampai sekarang masyarakaat umum masih memandang Desa Bogo dengan sebelah mata.
Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi masyarakat saat itu,misalnya
di bidang pendidikan masih minim sekali bahkan hampir belum ada anak desa Bogo
yang sekolah sampai perguruan tinggi. Di bidang perekonomian saat itu hampir 60
persen penduduknya adalah petani atau sekedar buruh tani. Sementara dibidang
keagamaan, belum ada tempat peribadatan (masjid atau musholla) yang memadai. Berdasarkan
cerita orang tua, masjid di desa bogo baru ada pada tahun 1984, jauh
ketinggalan di banding desa-desa lain.
Kemudian dibidang budaya, penduduk desa Bogo saat itu masih
kental sekali dengan adat jawa yang berbau kemusyrikan, sehingga banyak orang
bilang desa Bogo dulu mayoritas penduduknya adalah abangan, artinya
banyak tidak mengenal agama. Begitulah sekilas
keadaan desa Bogo 30 an tahun yang lalu.
Namun seiring berjalannya waktu, Alhamdulillah dari para
pendatang yang masuk desa Bogo khususnya melalui perkawinan, memunculkan
tokoh-tokoh yang memiliki SDM (sumber daya manusia) yang lumayan. Sehingga sedikit
demi sedikit masyarakat desa bogo mulai ada perubahan disemua bidang.
Salah satu tokoh yang ikut berjasa dalam perkembangan desa
Bogo khusunya dibidang agama adalah beliau Almarhum Mbah Somoastro atau dikenal
dengan julukan Mbah Kastun, seorang pelarian dari desa Glendeng Kalirejo
Bojonegoro. Beliau adalah seorang veteran pejuang rakyat. Karena serangan
penjajah Belanda yang masuk desa Kalirejo saat itu,dann aksi serdadu Belanda
yang membakar rumahnya, maka bersama
istri dan kedua putranya, beliau melarikan diri di Desa Bogo.
Bersama tokoh masyarakat Desa Bogo saat itu, beliau mulai ikut
berperan memajukan Desa Bogo khususnya dibidang agama. Kedua anaknya diikutkan
pendidikan agama di desa Bakalan. Disamping itu beliau juga mendirikan surau
(musholla). Sehingga karena semakin tinggi kesadaran masyarakat Desa Bogo pada
agama maka pada tahun 1984 dibangunlah sebuah masjid yang sangat sederhana dengan
nama Masjid Miftahul Khoirot ,bertempat di Dusun Jati Kulon atau sebelah rumah Mbah Soemoastro. Dan sejak itulah putra-putra beliau ikut
membantu perkembangan Islam di Desa Bogo. Disamping beliau masih ada beberapa
tokoh lain yang juga ikut berperan penting dalam penyebaran Islam di Desa Bogo.
Diantaranya Kyai Musiran, Kyai Sujak, dll.
Keberadaan masjid yang baru ada pada tahun 1984 tentu sudah
sangat ketinggalan dengan desa-desa lain dengan selisih puluhan tahun. Baru pada
tahun 1992 diadakan renovasi, namun lagi-lagi karena minimnya ekonomi masyarakat
Desa Bogo sampai sekarang (tahun 2012) bangunan masjid ini belum juga tuntas,
baru 80%.
Hal inilah yang mengetuk hati penulis bersama teman-teman
remaja Masjid Miftahul khoirot Desa Bogo untuk terus mengembangkan Islam di Desa
Bogo. Maka pada tahun 2001 dirikan lembaga Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan juga Madrasah Diniyah dengan nama “Al-Khoirot”.
Sudah sepuluh tahun
lebih lembaga ini berjalan dengan istiqomah. Meski mengalami naik turun baik
secara kuantitas ( jumlah santri) maupun kualitas santrinya, namun Alhamdulillah
lembaga ini sudah banyak berperan dalam syiar agama Islam di Desa Bogo.
Bersambung di sejarah TPQ
jangan lupakan sejarah... teruskan tadz perjuangannya... sukses selalu...
BalasHapusGmana mas ustad ttg lomba mendatang samprohan,yg di nilai apanya adja ya!!makasih infonya dari mas arsyad bogo
BalasHapus